Text
Pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari Terhadap Mu’tazila di Basrah (260 H-324 H)
Hasil penelitian menjelaskan bahwa 1) Abu Hasan al-Asy'ari lahir di
Basrah yang nasabnya bersambung dengan nasab sahabat nabi yakni Abu
Musa al-Asy’ari. Semasa kecilnya al-Asy’ari berguru kepada ulama fukaha dan
ahli hadis. Al-Asy’ari dikenal cerdas, zuhud dan mempunyai semangat yang
luar biasa dalam menuntut ilmu. 2) Ada perbedaan pemikiran antara tokoh-
tokoh Mu’tazila di Basrah dan tokoh-tokoh di daerah lain. Al-Asy’ari
berpendapat bahwa al-Qur'an itu qadim, sementara Mu’tazila menyatakan
bahwa al-Qur'an adalah makhluk. Al-Asy’ari juga membantah pemikiran
Mu’tazila mengenai status mukmin yang melakukan dosa besar, dengan
berpendapat bahwa orang tersebut tetap dianggap mukmin, sedangkan
Mu’tazila menganggapnya fasik. Dalam hal tauhid, Mu’tazila berusaha
menjauhkan persepsi bahwa Tuhan memiliki sifat, sementara Al-Asy’ari
berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat, namun sifat tersebut berbeda
dari makhluk-Nya. Mengenai amar ma'ruf nahi munkar, Mu’tazila berpendapat
bahwa dakwah dapat dilakukan dengan kekerasan, sedangkan Al-Asy’ari
berpendapat bahwa dakwah harus dilakukan dengan damai dan bijaksana. 3)
Al-Asy’ari memiliki pengaruh besar dalam peradaban Islam berkat
pemikirannya yang moderat, sehingga masyarakat Indonesia dan mayoritas
ulama, seperti al-Baqillani, al-Juwaini, al-Ghazali, dan as-Sanusi, mengikuti
ajaran-ajarannya. Tokoh-tokoh penguasa Muslim seperti Mahmud Gaznawi,
Nizam al-Mulk, Muhammad bin Tumart, dan Shalahuddin al-Ayyubi
mendirikan madrasah dan pondok pesantren sebagai tempat untuk
mengajarkan akidah Asy’ari serta menghentikan penyebaran aliran
Mu’tazilah.
No other version available