Text
Indonesia Revolusi & Sejumlah Isu Penting
Buku ini adalah bunga rampai studi dengan tema-tema tertentu yang aslinya ditulis sepanjang beberapa dekade terakhir, dan hanya sedikit dimodifikasi untuk memasukkan pembahasan kondisi demokrasi terbaru sejak tahun 1998. Hanya Bab 9 yang tidak berubah, karena bagian ini berisi kontroversi mengenai peristiwa kekerasan mengerikan di tahun 1965-1966 di Indonesia. Karena masing-masing bab menitikberatkan pada isu-isu utama yang dihadapi Indonesia pada abad itu, maka sebagian besar isu tersebut secara substansial tidak aus seiring berlalunya waktu. Sebagian besar bab dalam buku ini telah muncul di berbagai koleksi yang mungkin terlewatkan atau tidak diperhatikan oleh Indonesianis (apalagi oleh warga negara Indonesia). Alasan-alasan itulah yang menjustifikasi pengumpulan materi-materi tersebut dalam buku ini.
Benang merah yang menghubungkan bab-bab dalam buku ini adalah tentang arti penting dari cara Indonesia memasuki komunitas negara-bangsa di era modern melalui revolusi politik. Revolusi tersebut sering disangkal atau dianggap gagal karena tidak melahirkan masyarakat komunis seperti di China dan Vietnam. Analogi yang tepat semestinya adalah Revolusi Perancis ketimbang Revolusi Rusia—yakni, pemisahan sepenuhnya dari ancien regime tanpa diatur oleh partai yang berniat merebut kekuasaan. Sebagaimana semua revolusi lainnya, revolusi ini menyebabkan kekerasan, melahirkan penderitaan manusiadan hilangnya tradisi kultural; namun revolusi ini juga membuahkan hasil yang cemerlang. Hasil revolusi itu (seperti halnya dengan semua revolusi lain) bukanlah kebebasan dan kesetaraan seperti yang diidamidamkan oleh para pengusung revolusi, melainkan sebuah kesatuan baru di bawah payung negara kesatuan baru yang tidak terbayangkan sebelumnya. Akar dari sebagian besar bab dalam buku ini adalah tawarmenawar Faustian dalam transaksi ini. Tetapi buku ini juga memasukkan dua makalah yang tidak secara langsung bersifat politis, yakni yang berkaitan dengan runtuhnya dua institusi penting di Asia Tenggara di tangan modernitas abad ke-20. Yang pertama adalah perbudakan, atau ikatan vertikal yang kuat antara budak dan majikannya, yang merintangi absolutisme negara yang menandai modernitas. Kedua, lunturnya kebiasaan mengunyah sirih, yang menandai peristiwa sosial dan ritual di masa lalu. Hilangnya kebiasaan ini menjadi awal kedatangan pola fesyen dan konsumsi global, termasuk narkotika
No other version available